Tuesday, October 17, 2017

Sahabat Kerja

"Eh rick, dia yang notabene dibenci di kantor ini aja pas resign yang nangisin banyak, apa kita nanti kalo suatu saat resign banyak yang nangis atau malah banyak yang senang karna kita udah ga disini lagi ya ?" Pertanyaan gue kepada erick sesaat setelah salah satu rekan kerja di kantor gue diputus kontraknya karena dia miss behave.

Kenapa gue bilang gitu ? karena dia adalah satu-satunya pegawai kontrak wanita yang berani banting kunci motornya dan laci meja kantornya saat ada tamu dari kantor pusat. Gue yang saat itu baru empat bulan jadi seorang HRD (Human Resources Development), sering dipusingkan dengan hal-hal yang kaya gini, rasanya juga pengen ikutan resign. Kalo udah ada masalah pegawai yang dipanggil, tetep HRD nya yang duluan kena marah, nggak ngasi arahan lah, nggak ngasi contoh yang baik lah, nggak pernah sosialisasi etika pegawai dan bla bla bla. Padahal balik lagi ke pegawainya, kalo emang dia miss behave ya begitulah dia, mau diceramahin seribu kali juga bakalan tetep gitu.

"Iya ya, kenapa malah pada nangis ya ? Padahal kemarin-kemarin mereka juga kepengennya itu orang keluar dari sini. Mudah-mudahan aja sih gil pada banyak yang nangis dan melukin gue sambil cium pas gue keluar nanti", jawab erick sambil senyum nyengir.

Erick emang agak perv sejak gue kenal saat pertama masuk kantor ini dan makin perv semenjak bersahabat dengan gue di lantai tiga gedung kantor. Gue seruangan hanya berdua sama erick, karena HRD dan ADK (Administrasi Kredit) tidak boleh membaur dengan karyawan lain dengan alasan "Independensi". Gue sih suka aja seruangan cuma berdua sama erick, karena kami bisa melakukan hal apa saja di ruangan ini, oke mungkin ini kedengaran agak mesum. Maksud gue disini, kadang kami gunjingin pegawai-pegawai yang sebenernya agak kurang layak kerja di bank, kerjanya lama, sampe yang gak bisa dibilang sama sekali.

Nah, temen gue si miss behave yang dikeluarin tadi juga udah gue omongin sama erick ini bakal dikeluarin, cuma dia gak percaya karena dia mencapai target katanya. Tapi bagi gue peraturan nomor satu di pekerjaan apapun itu attitude, biar kalian pinter, rajin, hebat, tapi kalo gak punya attitude kalian gak akan bisa jadi orang hebat. Gue jujur cuma klop sama beberapa orang di kantor, tapi nggak berarti gue benci yang lain, nah miss behave ini klop sama satu orang dan sisanya jadi musuh bagi dia. Tapi heran banget gue pas dia diberhentiin malah banyak yang nangis, yang gue tau akhirnya semua itu air mata buaya juga sih. Celakanya lagi saat temen gue nangis sampe sesegukan gue sama erick ngetawain dia di dalem ruangan saat semuanya lagi sedih.

"Gil, lo liat tu si Anu, nangisnya sesegukan gitu, sampe hek hek hek (suara sesegukan)", bisik erick.
"Pfffftttt..kampret lo, lagi sedih juga ini", jawab gue sambil nahan ketawa.
"Perhatiin tu mukanya lucu banget", seru erik lagi sambil nyolek paha gue.
"Hihihihi", cekikikan gue sambil ngeliat kebawah meja nggak mampu nahan ketawa.
"Gilang, ada yang mau disampaikan sebagai HRD ?", seru bos gue.
"Hah ?? Nggak ada pak, eh apa ya ? Oh iya, mungkin sukses aja diluar kantor ini semoga ketemu pekerjaan yang cocok ya", jawab gue sambil sesekali mandang muka temen gue yang sesegukan yang membuat gue pingin ketawa pecah banget.

Selesai perpisahan singkat tadi, gue sama erick naik ke ruangan gue di lantai tiga dan kami ketawa pecah banget gak tau kedengeran atau nggak sampe ke bawah, rasanya lega banget gue.
"Ntar kalo gue resign, lo jangan nangis gitu ya, malu sama brewok", seru gue.
"Ya nggak laah, paling gue ketawa-ketawa ntar lo resign, karena lo jadi pengangguran", jawabnya.
"Ahh kampret lo", seru gue lagi sambil ketawa-ketawa.

Pada akhirnya gue yang resign duluan mengubah mindset kalo resign itu gak perlu ditangisin, karena kalo emang itu temen kalian ya dia pasti nanyain kabar terus nanti, sementara yang ditangisi tadi belum tentu juga ditanyain terus kabarnya. Saat resign dulu, gue buat suasana happy dengan karaoke bareng sambil sewa penari striptease. Pinginnya sih gitu, cuma niatnya gue urungkan karena mahal banget, jadi acaranya cuma mereka bebas nyampein unek-unek atau kesalnya mereka saat gue masih jadi HRD nya mereka. Sampe saat ini walaupun resign dan dapat kerjaan lebih baik, gue gak pernah putus hubungan sama temen kantor lama, kadang cuti juga gue masih main ke kantor sekedar say hello atau nimbrung ngobrol sampe main futsal bareng sama rekan dan sahabat kerja dulu, karena hubungan baiklah yang mempermudah rezeki kita nanti.
Share:

Tuesday, October 10, 2017

Banker

Banker atau pekerja bank atau pegawai bank atau karyawan bank dan yang paling kasar disebut kuli berdasi adalah seseorang yang bekerja di sebuah perbankan entah apapun itu jabatannya, asal mereka bekerja di bank maka banker lah sebutan bagi mereka. Tidak terkecuali gue, sudah empat tahun gue berprofesi sebagai banker pada dua perbankan yang ada di Pontianak ini. Mungkin bagi mereka yang awam pekerjaan ini sangatlah keren karena kerjanya berdasi, rapi dan bersih, bekerja di ruangan yang dingin dan memiliki penghasilan yang tinggi. Maka tak jarang banyak sekali  dari mereka yang baru lulus kuliah yang mencoba peruntungan untuk bekerja di perbankan, tapi hal ini biasanya berbanding terbalik dengan ekspektasi yang mereka harapkan di atas, tak jarang mereka yang berposisi di marketing atau collector mengeluh dengan pekerjaan perbankan.  

Mostly, bekerja di luar kantor itu sudah biasa bagi mereka, berpanas, kehujanan ataupun dimarah balik sama nasabah yang berhutang. Lebih parah temen gue di acungi mandau saat pergi menagih seorang debitur ke sebuah desa, ya kerja di bank itu tidak selamanya enak, marketing adalah tulang punggung bank, tujuh puluh persen dari kerja mereka lah laba dihasilkan dan dari mereka lah perusahaan mampu membayar gaji untuk karyawan lain. Kerjaan yang sulit berbanding lurus dengan cepatnya naik pangkat atau di perbankan disebut dengan Grade, cepatnya naik grade maka cepat pula menempati sebuah jabatan, bayangkan saja seorang marketing apabila 3 tahun berturut-turut mencapai target bisa saja dia naik jabatan menjadi Supervisor, sementara posisi selain marketing seperti customer service atau teller harus menjadi marketing lagi untuk bisa naik grade tersebut. Namun apabila target mereka tidak tercapai maka posisi mereka bisa saja menjadi paling rentan dalam sebuah perbankan, pemecatan menjadi hal yang sangat lumrah pada posisi marketing ini.

Yak, begitulah kira-kira gambaran pada sebuah perbankan, tapi tidak hanya kerjaan penat ataupun target deadline saja yang ada di perbankan, hal-hal lucu juga sering banget terjadi di perbankan selaam 4 tahun gue menggeluti pekerjaan ini. Hal yang paling lucu menurut gue yaitu ketika kantor gue yang berdampingan dengan sebuah rumah warga yang berprofesi sebagai perawat, sore itu saat bank sudah tutup masuklah seorang warga yang berbahasa daerah dimana gue gak paham bahasa daerahnya tiba-tiba datang ke customer service mau minta suntik.

Ilustrasi dalam bahasa indonesia
"Pak, aku mau minta suntik", tanya sorang nasabah.
"Hah ?? di sebelah bu kalo mau suntik", jawab temen gue yang lagi bingung dengan laporannya, jadi dia nggak terlalu merhatiin apa pertanyaan ibu tersebut.
"Pak, bisakah aku minta suntik sekarang ? Soalnya aku ndak bisa minum obat KB", Seru nasabah tersebut menghampiri temen gue di teller.
"Hahh ??? Suntik KB bu ??? Ini bank ibu, bukan puskesmas, mana ada suntik KB disini", jawab temen gue bingung. 
"Bukannya ini tempat Pak Ahmad ya ? yang biasa orang mau suntik KB ?", tanya nya lagi.
"Ohh, bukan bu, ini bank, kalo rumahnya Pak Ahmad itu di sebelah bank ini bu", jelas teman gue.
"Ohh, iyalah pak, terima kasih ya", seru ibu tersebut. Setelah dia keluar pintu gue sekantor pun tertawa terbahak-bahak sampe keluar air mata.

Dosa sih kami mentertawai orang tua dan nasabah kami sendiri, tapi hal tersebut memang diluar perkiraan kami biasanya hanya ada orang yang bawa buku tabungan bank lain minta di printkan bukunya, atau nasabah Credit Union yang juga salah mengira kami, padahal tanda Bank kami sudah besar dan Neon Box berdiri di pinggir jalan juga besar tetapi beberapa nasabah malah masih mengira kami sebagai bank lain dan paling parah adalah sebagai rumah tempat suntik KB.
Share:

Monday, September 18, 2017

Apa Kesah ?

Cerita ini gue alami beberapa bulan terakhir semenjak ditugaskan jauh dari kampung halaman, kurang lebih lima ratus kilometer ke arah utara kota pontianak, yaitu Kabupaten Kapuas Hulu alias Putussibau. Gak punya basic daerah sana, atau keluarga dari arah sana dan belum pernah sekalipun berkunjung ke sana menjadikan gue buta akan bahasa maupun kehidupan di sana. panik gue kambuh, pikiran gue mengawang jauh berpikir Apakah di sana ada pemakan orang ? Apakah di sana ada yang jual makanan ? Gimana gue pulangnya nanti ? Gimana kalo gue nyasar ? Gimana kalo gak ada sinyal ? Ya, gue emang agak bego kalo panik.

Jantung berdebar, perasaan mau muntah dan sakit perut bercampur aduk di bandara pagi itu, mana terbangnya pake pesawat ATR baling-baling, tambah lagi hujan deras beserta angin kencang menambah debar jantung pagi itu. Untungnya pesawat di delay dari jam delapan pagi sampe jam satu siang setelah cuaca mulai aman baru berangkat. Setelah sampe dan berbulan-bulan bekerja di sini akhirnya gue paham sedikit-sedikit dengan bahasa maupun seluk beluk kota yang jauh dari ibu kota kalimantan barat ini. Singkat cerita penugasan baru dari kantor membuat gue harus paham dengan bahasa ibu setempat, yak Customer Service (CS). Posisi dimana orang mengeluh masalah perbankan mereka sampe mengeluh masalah pribadi alias curhat. Mentor gue dulu pada saat on job training mengharuskan kami yang baru saja menjejakkan kaki di kota ini harus bisa minimal sedikit-sedikit berbahasa setempat karena disini tidak semua orang bisa bahasa indonesia, jangankan berbahasa indonesia, berbahasa melayu ciri yang menjadikan ciri khas Kalimantan Barat saja banyak yang tidak bisa.

Alhasil gue harus banyak mendengar dulu dan lebih banyak diam saat pertama kali bertugas di sini, sangat aneh bagi sebuah Bank jika CS mereka diam dan tidak melakukan Cross Selling sebuah produk. Pada saat memperhatikan teman yang berasal dari daerah setempat membuka obrolan dengan nasabah, mengobrol dan menutup obrolan, gue hanya tergamam dan sama sekali nggak paham dengan apa isi obrolan mereka, begonya lagi gue juga nyatat diam-diam dalam handphone arti dari beberapa kata atau kalimat yang umum.

Setelah beberapa minggu OJT akhirnya gue dapat Jobdesc tersendiri dalam melayani nasabah baik pembukaan atau penutupan rekening, sampe menjelaskan prosedur pengajuan kredit. Nah, masalahnya nggak semua orang yang mudah untuk diajak ngobrol, terkadang beberapa nasabah judes yang maunya ditanyain terus kaya cewek lagi ngambek dan cowonya berusaha mencairkan suasana. Nah gue teringat pernah diajarin temen dulu kalo memulai obrolan sama orang biasain pake bahasa hulu dan dimulai dengan kata "apa kesah ?" Yang Artinya "ada apa ?" Atau "ada perlu apa ?" Dan orang akan langsung bercerita apa keperluan dia. Begonya gue cuma tau "apa kesah?" Tadi tanpa mengetahui banyak kosa kata yang ada di sini. 

Gara-gara "apa kesah" tadi laah gue bengong bego ngedengerin nasabah tadi cerita sepuluh menit dan gue cuma ngangguk sama senyum teramat bego, karena satupun gue gak paham apa yang diomongkan sang nasabah. Temen dan bos gue cuma ketawa-ketawa nggak ada yang nolongin dan gue dapat pengalaman yang paling berharga kalo emang gak punya banyak kosa kata daerah lain jangan mulai percakapan dengan bahasa daerah tersebut, karena orang lain dapat beranggapan kita adalah orang setempat dan fasih berbahasa mereka, alangkah hina gue saat itu.

Share:

Thursday, September 7, 2017

Merantau

"Eh, untung banget gue gak di tempatkan di surabaya, kalo gak sih gue pasti bakalan kangen berat sama keluarga, mau ketemu susah, mau ngumpul juga pasti susah banget", seru teman kantor gue membuka obrolan di ruangan pada pagi hari.

"Ya, begitulah", jawab gue santai.

Tiga tahun yang lalu di suatu pagi ditemani dua cangkir kopi hitam pekat yang gak manis punya temen gue, yang manis banget itu punya gue, yang buat kopi tau percis mana yang manis dan mana yang pahit. Gue bukan orang yang suudzon, tapi gue yakin kalo Pramubakti di kantor gue pengen gue cepet diabetes dan dia akan naik tahta menggantikan posisi gue yang udah gak bisa disembuhin, gara-gara kopi-yang-terlalu-manis-buatan-pramubakti tersebut. Gue gak bisa ketipu semudah itu men, gue tau trik lo Akbar (nama pramubakti). Karena kesal sama si akbar, kopinya pun gue habisin.

Pagi itu dingin banget, bukan karena hujan tapi pontianak lagi kabut asap, gue sampe sekarang gak tau apa hubungannya kabut asap sisa pembakaran lahan sama dingin pagi. Setiap kabut asap pasti pagi-paginya dingin banget. Sembari ngerjain laporan deru bunyi mesin printer gue menghiasi ruangan gue pagi itu, tiba-tiba dering telepon memecahkan suasana bising printer gue.

"Ya, halo", sahut gue.
"Eh gil, tolong cetak laporan nasabah gue donk", pinta temen gue yang lain.
"Hmm, Ok gue cetak, ntar gue anter di meja lo", Jawab gue mantap.
"Ok, thanks ya, oh iya, gue pingin pulang kampung nih, boleh gak izin tiga hari", Tanya dia.
"Gimana ya, coba tanya pimpinan dulu deh, gue gak berani kasi izin soalnya", jawab gue.
"Oke deh, thanks yo", jawab dia lagi sembari menutup telepon.

Gue pun menutup telepon dan menyadari bahwa temen seruangan gue, Erick udah gak ada di meja dia. Awalnya gue pikir doi dimakan kabut asap, which is gue seneng, sekarang ruangan sepenuhnya milik gue, baru aja gue mau teriak MERDEKA ala-ala bung karno yang gue search di youtube. Si erick nongol dari lorong sambil nepok-nepok perutnya kayak om-om habis makan babi panggang ditemani para banci.

"Lo darimana ?", tanya gue.
"Biasaaa, lagi mobile", jawabnya anteng.
"Mobile ? lo abis meeting ya ?", tanya gue lagi masih bingung.
"Bego lo, mobile di wc doonk", jawabnya sambil tertawa.
"Kampret lo, bilang ajaa lagi eek", jawab gue kesel, untungnya gue lagi gak bawa korek api.

Erick merupakan teman sekantor dan seruangan gue, orang batak tapi gak keliatan bataknya, karena doi gak bisa nyanyi, jadi gue selalu bilang kalo doi itu batak yang gagal, karena semua temen gue yang batak gue tau berbakat banget dalam hal vokal. 

"Eh, tadi si (yang-mau-minta-izin) nelpon nanyain gue yah ?", tanya erick.
"Pede amat lo, dia nanyain boleh cuti tiga hari gak, dia mau pulang kampung katanya", jawab gue.
"Emang kita boleh cuti ya ?", tambahnya.
"Setau gue sih gak boleh cuti kalo masih karyawan kontrak", jawab gue anteng.

Erick pun pergi bergegas ke mejanya dan ngerjain laporan yang harus dia buat karena di tunggu deadline oleh supervisor kami. Sementara itu di lantai bawah, gue masuk ke ruangan BOS buat antar laporan harian gue, hanya basa-basi dikit sama BOS tanpa cipika-cipiki gue bergegas kembali keruangan gue dan TERNYATA . . .gak kok, erick gak minum ampas kopi lewat hidung, walopun gue pengen liat, tapi gue gak tega, jadi gue saranin mending erick rekam aja terus upload ke youtube.

Ternyata si yang-minta-izin-tiga-hari tadi ada di ruangan gue minta tanda-tangan dan cap pengesahan dari gue kalo doi udah dapet izin buat pulang kampung ke tanah sumatra sana.

"Wih, dapet tuh izinnya", seru gue sambil nyengir-nyengir.
"Dapet donk, gue udah ngerayu pak bos dengan maksimal, minta tanda tangan sama cap lo donk", jawabnya sambil senyum selebar 32,8 cm.
"Rayu gue donk kayak lo ngerayu pak bos", jawab gue sambil ngeluarin tawa jahat gue.
"Enak aja lo, emang lo bos gue ishhh", jawabnya ketus
"Canda doaank, sini suratnya", sambil gue tanda tangan, gue termotivasi jadi bos supaya bisa di rayu sama anak buah gue nanti, tapi yang cewek ya, INGAT itu ~

Doi pun pergi dengan riang gembira ke ruangannya di bawah, dan tiba-tiba erick muncul dari dalam kegelapan gudang nanyain gue,
"Kampreeet", jerit gue kaya banci gak dibayar full. 

" Eh, dia mau izin kemana ?", tanya erick sambil nyengir
"Pulang kampung, alasannya sih kakaknya nikah, tapi sekalian dia bilang kangen rumah, tiga tahun merantau di Pontianak tapi belum pernah pulang", jawab gue.
"Kasian amat ya, jauh-jauh merantau", jawab erick mendramatisir.
"Hmmm, ya mau gimana lagi, namanya juga demi kerja", sahut gue.

Dalam hati gue juga mikir hal yang sama, gimana kalo gue yang ngerasain hal tersebut, apa gue sanggup gak ketemu keluarga gue selama tiga tahun. Apalagi gue ini tipe anak laki-laki yang gak bisa jauh sama orang tua, atau populer disebut anak mami. Gue ngerasa kalo kerja di tanah orang lain tapi sebenernya kita bisa kerjain di tanah kelahiran kita sendiri itu sia-sia. Hasilnya juga gak banggain orang tua, karena orang tua mau banggain apa juga kalo anaknya memang gak bisa atau gak pernah pulang untuk menunjukkan hasilnya. Pikiran orang tua gue sih anak laki-laki itu harus merantau jauh-jauh supaya nampak kalo anaknya itu laki banget, menurut gue itu salah, nunjukkin laki itu simple bagi gue, dengan nunjukkin titit lo semua orang pasti tau lo laki-laki.

Prinsip gue, gue bakal dekat sedekat-dekatnya sama orang tua gue selagi mereka masih ada dan masih bisa ada di rumah, selagi ada waktu senggang gue pasti harus bisa ada di rumah, walau hanya sekedar duduk-duduk dan ngobrol bareng sama mereka. Kalo lo abisin waktu lo buat merantau, gue gak yakin lo bisa atau nggak kasi liat hasil yang udah lo perjuangkan sampe bela-bela ninggalin mereka di rumah.


Waktu terus berputar dengan cepat, tanpa terasa semua sudah berlalu, yang ada bisa jadi gak ada, yang menunggu bisa berhenti menunggu, yang berharap bisa saja berhenti berharap, semua hanya masalah waktu, tapi keluarga akan tetaplah menjadi sebuah keluarga tempat kita akan berpulang setelah sekian lama termakan oleh waktu.
Share:

Monday, August 28, 2017

Tersesat

"Mampusss, ini gue ada di mana sih ? Kok gak ketemu-ketemu jalannya ? Mampuss kalo gue gak bisa balik dan harus ngegembel di jakarta, apa kata orang tua gue nanti ?!!!

Begitulah isi pikiran gue saat gue harus pindah dari hotel menuju kost baru gue, maklum aja gue adalah tipe orang paling bego kalo urusan ngapalin jalan dan nama jalan. Bahkan gue di pontianak udah ratusan kali lewat jalan yang sama tapi gue masih gak tau apa nama jalannya. Entah udah terkontaminasi mecin yang terlalu banyak atau entah karena apa gue juga gak tau, yang pasti hal ini sampe kebawa ke jakarta.

Ceritanya 2 tahun yang lalu saat gue harus pindah ke kost yang hanya bisa dilalui jalan-jalan tikus berlika-liku, parahnya lagi sama satpam kantor, yang bantu gue pindahan cuma dikasi tau sekali aja. Ratusan kali lewat aja gue bisa nyasar, apalagi cuma sekali. Alhasil beneran banget, sesampainya di kos gue takut mau keluar, takutnya simple NYASAR & NGAPUNG DI KALI CILIWUNG. Yak, gue memang seperti punya penyakit yang keren disebut dengan OCD (Obsessive Compulsive Disorder) lebih simpelnya disebut Panik & Takut Berlebih, jadinya meemang takut buat keluar kost buat cari makan, takut nyasar, takut barang gue di kost ilang, takut gue di culik sama tante-tante sekitar dan di jadiin berondongnya. Oke yang terakhir gue mulai agak takut sendiri.

Tapi akhirnya setelah jam 3 gue beraniiin diri keluar dari kost dan jalan-jalan sendiri mengingat apa yang pak satpam kasi tadi, celakanya gak ada satupun yang gue ingat dari omongannya. Jadilah gue mutar-muter sendiri menemukan rute jalan dari kost menuju kantor dulu, setelah hampir 30 menit berjalan kaki muter-muter dari nemuin orang adu ayam di dekat kuburan sampe tempat pemancingan umum, gue melihat secercah harapan terang, gedung kantor gue kelihatan dan gue bisa ke sana.

Setelah makan di emperan samping kantor, gue rasanya pengen sujud syukur, makanan ini terasa nikmat didapat setelah muter-muter 30 menit. Tapi rasa pengen sujud syukur gue hilang, karena gue lupa jalan pulang tadi.

"Kampreeett, kenapa gue bisa lupa sih, padahal belum sampe 15 menit gue makan ini sate", keluh gue.

Akhirnya gue nyusurin satu per satu jalan tadi, dan akhirnya NYASAR LAGI !! Setelah hampir 30 menit juga, akhirnya gue nemuin dinding yang di cat logo ind**at gedee, nah lurus dari situ akhirnya gue nemuin sulaiman tower tempat di mana kos gue berada. Dengan kondisi badan yang mengenaskan, peluh dimana-mana, baju gue basah, kaki gue rasa kram jalan kaki 1 jam, betis gue rasa mau pecah, sariawan gue bengkak, dan ingus gue meler.

Setelah itu gue nyoba ngapalin jalan kantor-kos-kantor agar gak smpe 1 jam jalannya, karena kejadian itu juga bunda gue di kantor sampe bilang ke gue, 
"Ya, ampun gilaang, kamu tuh udah gede kan, gimana sih kok ngapalin jalan susah amat", seru dia sambil ketawa.
"Iya nih bun, bingung juga ngapalinnya, soalnya banyak lika-likunya sih", Jawab gue sedih.
"Iya bun, anterin dong si gilangnya, masa anak ente gak di anterin sih", seru mas Djarot sambil ngetawain juga.
dan gue pun ditertawain sama orang satu ruangan, hina banget rasanya saat itu.
Share:

Wednesday, August 16, 2017

Rumah Yang Jauh

"Gil, rumah lo jauh banget !!", seru seorang teman yang lagi ngeluh di perjalanan menuju rumah gue.
"Iya nih, kayanya daritadi gak nyampe-nyampe", tambah keluh dari seorang teman.
"Hahaha sabaar, 3 kilo lagi deh sampe", jawab gue dengan santai.
"Elaahh, kram nih bokong gue pake sepeda setengah jam lebih gak sampe-sampe", keluh teman gue makin menjadi.

Rencananya gue berempat sama temen gue, Yudha, Bayu, Untung dan Rian mau main kerumah gue untuk pertama kalinya. Yudha dan rian memang teman gue dari SD tapi mereka belum pernah ke rumah gue sama sekali. Bayu ini pemuda berlogat medok gak tau dari mana merupakan temen gue sejak SMP dan si Untung ini teman baru yang wajahnya agak panjang dan mirip kapten Usop di anime One Piece. Gue emang sering banget main kerumah mereka berempat, tapi mereka malah sama sekali gak pernah main kerumah gue. Wajar sih, karena gue juga gak mau bawa mereka ke rumah gue, waktu itu kita ke sekolah masih pake sepeda, dan rumah gue paling jauh dari mereka semua, jadinya habis deh gue di bully setiap ada hal yang berkaitan dengan jarak rumah. Sialnya lagi daerah tempat tinggal gue itu masih hutan dan sepi banget, semakin menambah kesan kalo gue itu titisan orang utan yang tinggal di daerah hutan. Terkadang kalo ada guru yang nanyain siapa di sini yang rumahnya jauh, dan biasanya ada yang teriak rumah gue, dan itu kampret.

"Brakkkkk","awwww", teriak temen gue si yudha sama rian.
"Hey kalian kenapa ?", teriak gue.
"Aww, berat banget lo yan, bangun donk cepat !!", teriak yudha yang barusan jatuh ditimpa rian dan sepedanya.
"Hahaha, nyaman lo rasain, makanya jadi orang jangan gendut2 banget", ejek bayu dan untung.
"Yaahh sobek dahh celana gue", keluh rian.
"Hahahaha yaudah pake sarung aja", ide bayu menanggapi.

Sekolah gue dulu mewajibkan semua anak cowok maupun cewek bawa alat solat, dan saat solat zuhur nanti semua di absen, kalo jarang solat nanti bakalan dihukum sama guru agama. Hukumannya variatif sih tapi biasanya nilai raport jadi sasaran, malu juga sih mata pelajaran agama nilainya rendah. Nilai agama gue sih sukurnya bisa dibilang baguslaah kisaran 5 gitu. 

Akhirnya si rian pun pake sarung dia buat nutupin celananya yang sobek sembari melanjutkan perjalanan ke rumah gue. Perjalanan masih menyisakan 15 Menit tapi kita semua udah kelelahan, gue juga baru-baru aja pergi ke sekolah pake sepeda, jadinya baru ngerasain kalo ternyata rumah gue itu lumayan jauh banget. Singkat cerita akhirnya kita semua sampe di rumah gue, untungnya gue udah bilang Ibu kalo teman-teman pada mau ke rumah, jadinya Ibu udah masakin kita mie rebus dan buatin kita minuman segar. Setelah mereka asik-asik main bola di depan rumah gue, sore pun tiba. 

Nah, saat udah mau pulang si rian lupa sama celananya yang sobek tadi, si doi malah asik mainan bola pake sarung. Akhirnya doi buka itu sarung di tengah lapangan depan rumah gue dengan santainya dan berjalan menuju rumah gue. Anehnya lagi doi gak nyadar kalo ditertawain sama semua anak kecil yang lagi main bola, tak terkecuali gue dan 3 orang lainnya. Setelah doi sadar ternyata celananya udah kebagi dua. IYA KEBAGI DUA ! PFFTTT Sobeknya semakin parah, dari atas retsleting bagian depan sampe ujung pantat dekat pinggang. 

"Eh yan, itu celananya buat gue ngepel lantai aja ya", seru gue sambil tawa cekikikan.
"Iya nih, tinggalin aja yan di sini, gak bisa dipake lagi itu sih", teriak yudha sambil ngakak.
"Kampreett kalian bukannya ngingetin kalo celana gue sobek parah gini", jawab rian.
"Coba kita gak ketawain ya tadi, pasti tetap pake sepeda dalam keadaan gini nih", tambah untung.

Akhirnya celana tersebut pun punah di rumah gue yang jauh ini dan dijadiin kain lap buat ngelap-ngelap sama Ibu gue, dan si Rian pulang pake sarung sama celana dalam dari rumah gue yang jauh ini dan menggunakan sepeda, gue berharap setelah kejadian itu pantat rian gak kenapa-kenapa.
Share:

Tuesday, August 8, 2017

Hidup adalah pilihan

Banyak sekali kita denger kalimat-kalimat orang diluar sana pada saat dihadapkan pada sebuah pilihan yang sulit untuk dipilih dan bahkan setelah dipilih malah menyulitkan dirinya sendiri. Ya, gue juga sangat sering mengalami hal seperti ini, entah dalam hal kerjaan, kehidupan sehari-hari, bahkan percintaan. Inilah gue sekarang, membuat keputusan yang paling sulit tapi harus gue jalanin, memutuskan hubungan dengan orang yang dulu paling gue sayang dan sudah gue jalani 5 tahun dalam suka maupun duka untuk orang yang gue anggap lebih baik dan pantas menemani hidup gue di masa depan. Berat ? Pasti ! Sulit ? Sudah Tentu ! Tapi inilah hidup, apapun yang lo pilih kedepannya kalian juga yang jalanin dan kalian juga yang akan ngerasain. Kehilangan teman karena berpisah dengan pasangan udah gue rasain, gak ada teman lama yang datang saat nikahan, aqiqahan bahkan jenguk saat lahiran juga gue rasain, tapi gak papa bagi gue orang lain hanya bisa berkomentar, mencaci maki, memberikan nasihat sebijak-bijaknya mereka, tapi itu semua kembali kepada hati nurani dan logika kalian masing-masing.

Sekarang gue lumayan bahagia dengan pilihan gue, kenapa gue bilang lumayan ? Pertama karena gue nyaris gak nyentuh satu tahun pacaran sama istri gue, jadi gue belum sepenuhnya paham untuk menjadi suami yang baik bagi dia, dan kedua gue juga belum sepenuhnya paham sama tingkat kematangan pikirannya saat menjalani masalah. Dilema selalu muncul saat terkadang pendapat kami tidak saling bertemu dan segelintir masalah dari yang kecil sampe yang lumayan besar menghantam.

Apakah pilihan gue tepat ? Atau pilihan gue ternyata salah ? Entahlah, setidaknya gue membuat pilihan gue sebagai laki-laki dan gue bertanggung jawab dengan hal tersebut.

Saat menulis tulisan ini gue sudah satu tahun lebih menikah dengan orang baru yang gue pilih dalam hidup gue dan sudah memiliki satu bayi lucu menggemaskan yang selalu menantikan kedatangan gue setiap dua minggu sekali. Ya, gue bukan tipe orang yang susah untuk move on, karena dasar pikiran gue logika bukan hati, jadi gak perlu lama bagi gue untuk menghilangkan rasa sama orang lain. Terdengar sangat kasar bagi orang yang selalu mengandalkan hatinya untuk berpikir tetapi tidak dengan logikanya

Karena posisi pekerjaan gue di luar kota dan hanya bisa pulang dua minggu sekali, hal ini menjadikan gue hanya ketemu bayi gue hari sabtu pagi sampe minggu sore, karena sorenya udah harus di perjalanan menuju luar kota tempat gue bekerja. Perasaan ingin berhenti itu sangat ada, kerja atau kuliah jauh dari orang tua kalian pasti udah biasa dan sangat mudah untuk diobati rasa kangennya. Tapi kalo kalian jauh dari rumah kecil (baca:suami/istri dan anak) kalian, itu rasanya seratus kali lipat lebih sakit. Gue bekerja pada salah satu BUMD yang ada di kota pontianak, gaji gue satu tahun sampe di angka sembilan digit dan gue pingin berhenti kerja karena gue gak bisa nahan rasa sakit kangen sama keluarga kecil gue, rumah gue dimana kebahagiaan yang dulu gue pilih dengan mengabaikan pilihan gue yang yang pertama. Tetapi, Konsekuensi gue berhenti kerja akan sangat banyak efeknya, otomatis gue harus cari kerja lagi dan gak mungkin perlu waktu sebentar bisa jadi satu sampe tiga bulan, terus kalo gue pengangguran kasian istri gue yang jadi beban harus menafkahi gue sama bayi gue, yang terakhir harusnya bayi gue bisa hidup sejahtera malah gak bisa karena gue gak kerja. Antara ketiga konsekuensi tadi lah mengurungkan niat gue (untuk sementara) berhenti kerja, karena saat ini gue lebih menanam modal gue untuk bisnis kedepannya.  

Nah, dari sini gue mendapat banyak sekali pelajaran berharga tentang pilihan dalam kehidupan, dimana terdapat pilihan yang mudah dibuat namun berdampak fatal dalam kehidupan atau pilihan sulit yang buat hidup kalian bahagia kedepannya. Intinya dalam membuat keputusan sinkronisasi antara logika dan hati kalian harus selaras memang beberapa hal akan terasa sangat tidak wajar jika tanpa logika dan sebaliknya akan terdengar sangat kasar jika tidak menggunakan hati, its just the matter of choice.

Share: