Wednesday, April 16, 2025

Sang Jumawa

Gue kemarin abis pijet plus nih dapat cewe orang bandung, behh, bahenol, gede semua, gue ajakin lagi keluar ngamar doi mau, minggu depan gue mau pergi lagi nanti.

Gue kemarin dapat rokok linting ganja nih dari senior, dapet 3 batang rokok lumayan buat ntar di kantor.

Eh kita pergi acara di rumah nasabah yuk, pengen mabok gue nih, udah lama juga ga minum.

Begitulah potret seorang mantan rekan kerja yang sampai saat ini masih bekerja karena belum ketahuan kenakalannya oleh sebuah perusahaan daerah ternama. Hobinya menjadi sang diktator dalam sebuah kelompok kecil yang di sebut "seksi". Menjadi penguasa sejak delapan tahun pada seksi dan bidang pekerjaan yang sama membuatnya dijuluki sang jumawa. Kenapa tidak, dikala yang lain semua mengalami  rotasi karena masa kerja yang cukup lama, doi tetap bertahan dengan hanya di rotasi di dalam sebuah seksi tersebut, namun akhirnya kembali lagi ke pekerjaan lamanya. 

Beberapa pemimpin selalu mengandalkannya dan takut kehilangan sosoknya karena tak tergantikan dan memegang beberapa rahasia yang hanya boleh diketahui oleh seksi tersebut dan pemimpin cabangnya. Sang jumawa tentu semakin besar kepala bahwa dia mendapatkan nilai tertinggi dalam penilaian KPI (Key Performance Indicator) yakni metode penilaian untuk mendapatkan bonus tahunan dalam sebuah perbankan. 

Berbekal modal cap anak mantan seorang pejabat perusahaan tersebut, sang jumawa sudah dikenal semua orang karena sang Ayah yang lebih dulu nyentrik dengan gaya dan tutur bahasa yang bagi beberapa orang dikenal agak kasar. Tak banyak juga atasan yang membenci sang jumawa karena pernah menaruh dendam pada sang ayah dulunya. Dengan modal yang mantap, sang jumawa beberapa kali diikutkan dalam agenda penting karena dianggap mampu dan bisa handle beberapa project sangat penting.

Namun dibalik itu semua, hanya segelintir orang yang mau dan bisa berteman dengan sang jumawa, selain faktor arogan dan diktator, sang jumawa tidak ingin bahwa dalam circle kerjanya ada yang lebih hebat dan baik dibandingkan dengan dirinya. Baginya tidak ada teman dalam kantor ini, siapapun yang melebihi dirinya berarti siap untuk berhadapan dengannya. Ghibah dan fitnah selalu keluar dari mulutnya apabila ada yang melebihinya dari segi apapun, punya uang lebih dianggap fraud, punya mobil bagus dicap fraud, punya handphone lebih bagus juga dianggap fraud

Sang jumawa tak pernah luput dari apapun hal terbaru, isu dan ghibah seputar kantor, seperti si A habis beli mobil baru dengan uang hasil kredit pegawai, si B membeli HP dengan menghabiskan uang bonus, atau si C berlibur ke luar kota dengan hasil pinjaman pegawai bahkan si D yang kemarin pergi ke mall dengan istri orang lain. Kemudian menceritakannya kembali ke semua rekan kantor dengan mendramatisasinya agar semua menjadi tertarik untuk mendengarkannya. Tak jarang hasil ceritanya ini membuat beberapa rekan kerja yang awalnya biasa saja menjadi membenci rekan kerja yang lain. Tidak cukup lingkungan kantornya saja namun merambah sampai ke kantor cabang yang lain dan pejabat di lingkungan kantor pusat.

Jika toxic waste hanya bersifat bahan kimia yang tidak boleh dibuang sembarangan karena dapat merusak ekosistem lingkungan, maka ini dapat disebut dengan Nuclear Waste, karena tidak dapat dibuang sama sekali dan harus dimusnahkan. Mungkin itulah yang dapat dilakukan pada sang jumawa agar sebuah perusahaan tetap terjaga kebersihannya. 

Sampai saat ini sang jumawa masih bertengger pada seksi tersebut tanpa rotasi dan kembali menjadi penguasa serta diktator yang tak tergantikan, entah sampai kapan, mungkin sampai sebuah kenakalannya ter-expose dengan sendirinya ke perusahaan dan mendapatkan hukuman berat dari perusahaan nantinya.

Share:

Tuesday, April 15, 2025

Dunia Milik Penguasa

 Akulah yang akan menguasai dunia...

Kata kata ini sebenarnya tidak asing, dari kecil kita di doktrin bahwa karakter seorang yang di cap "penjahat" pada sebuah film yang kita lihat atau pada komik dan novel yang kita baca pasti pernah mengucapkan kata-kata ini. Belakangan berita pada beranda media sosial kita baik Instagram, Tiktok ataupun Youtube menayangkan perselisihan semua negara versus negara yang katanya masih "Adidaya" yaitu Amerika dengan Presiden super nyentrik mereka Donald J. Trump dan konconya yang tergabung dalam kabinet "Billionaire".

Dalam lingkup kecil dunia ini, bisa kita kategorikan dalam beberapa hal yang mungkin kita rasakan sehari-hari seseorang yang terlalu berambisi untuk menguasai dunia. Contoh kecil seperti di tempat kerja, kita selalu menemukan seseorang yang merasa benar, paling benar dan super benar. Berambisi untuk menguasai tanpa peduli karir orang lain yang tidak sepaham dengannya. Menggunakan praktek dan cara licik menyingkirkan dan menyebarkan fitnah yang mereka anggap lawan hanya untuk "menguasai".

Atasan yang menyingkirkan bawahan yang dianggap akan mengancam karirnya atau bahkan memfitnah dan menjelekkan sesama rekan kerja hanya karena mereka lebih pintar dan hasil kerjanya lebih baik. Sebuah pernyataan bahwa "paku yang bengkok tidak akan pernah di pukul dengan palu" itu menjadi referensi yang paling relevan dalam cerita hidup seperti ini. Kita tidak akan pernah difitnah, diasingkan, dibenci atau bahkan disingkirkan jika kita dari awal sudah membelok, membelok pada sesosok penguasa.

Sebuah reminder bahwa jika kita jujur kita tidak akan di senangi, penguasa lebih senang jika kita menundukkan kepala dan menjadi penjilat. Dunia tidak kekurangan orang pintar hanya kekurangan orang jujur mungkin sudah abadi dan dapat ditambah dengan Dunia ini hanya tempat pertunjukan bagi sang penguasa dan pengikutnya, selebihnya hanya menjalani peran di belakang layar untuk menunggu giliran tampil atau bahkan disingkirkan.

Share:

Hidup Adalah Tentang Perjuangan

Hidup itu tidak enak, Hidup itu selalu tidak adil, Hidup itu tidak melulu tentang kesenangan, Hidup tidak selalu bicara soal hobi yang menyenangkan, Hidup tidak selalu tentang mendapatkan pekerjaan yang disenangi, Hidup tidak selalu soal memiliki teman yang banyak dan baik.

Hari ini kita senang mungkin besok kita sedih, hari ini kita merasa kita memiliki segalanya, mungkin segalanya besok akan hilang. Semua yang bernyawa akan mati dan semua kesenangan atau kesedihan hanya titipan semata. Bisa jadi dengan segalanya kita di uji dan bisa juga dengan ketidaan pun kita sedang di uji.

Hari ini mereka teman kita, tapi besok bisa saja mereka mengkhianati kita. Kita tidak ditakdirkan untuk langsung bisa belajar dari pengalaman orang lain, bisa saja kita di sentak-kan oleh pengalaman kita sendiri. Hari ini kita mempunyai pekerjaan yang diidamkan banyak orang, bisa saja besok kita kehilangan pekerjaan tersebut. Hari ini kita melihat bagaimana orang berjuang menghadapi PHK massal yang tersiar di beranda media sosial kita, besok bisa jadi kita yang berjibaku dengan halaman LinkedIn atau Jobstreet.

Hidup tidak melulu tentang rasa cinta yang kita miliki, bisa jadi rasa cinta itu hilang esok hari. Hidup tidak ada yang abadi, yang abadi hanya perjuangan untuk hidup. Berjuang memiliki dan kemudian hilang, berjuang lagi dan hilang lagi. Terkadang dalam hidup proses memanusiakan manusia terlihat lebih sulit daripada memanusiakan hewan peliharaan. Ya, hidup ini terkadang mengajarkan kita bagaimana kita bisa menghargai sesuatu yang kita miliki dan menghabiskannya dengan bijak dan penuh tanggung jawab. 

Pada akhirnya semua hanya milik-Nya dan kepada-Nya lah kita berserah diri, mengutip perkataan seorang narasumber pada kanal sebuah youtube, "Ingat, semua pasti berlalu". Apapun keadaannya semua pasti berlalu, reminder agar kita semua tidak terlalu larut dalam kesenangan berlebih atau kesedihan mendalam.

Tapi sejatinya yang abadi hanyalah perjuangan, sampai kita tidak bernyawa nanti, hidup ini hanyalah tentang sebuah perjuangan.



Share:

Tuesday, October 17, 2017

Sahabat Kerja

"Eh rick, dia yang notabene dibenci di kantor ini aja pas resign yang nangisin banyak, apa kita nanti kalo suatu saat resign banyak yang nangis atau malah banyak yang senang karna kita udah ga disini lagi ya ?" Pertanyaan gue kepada erick sesaat setelah salah satu rekan kerja di kantor gue diputus kontraknya karena dia miss behave.

Kenapa gue bilang gitu ? karena dia adalah satu-satunya pegawai kontrak wanita yang berani banting kunci motornya dan laci meja kantornya saat ada tamu dari kantor pusat. Gue yang saat itu baru empat bulan jadi seorang HRD (Human Resources Development), sering dipusingkan dengan hal-hal yang kaya gini, rasanya juga pengen ikutan resign. Kalo udah ada masalah pegawai yang dipanggil, tetep HRD nya yang duluan kena marah, nggak ngasi arahan lah, nggak ngasi contoh yang baik lah, nggak pernah sosialisasi etika pegawai dan bla bla bla. Padahal balik lagi ke pegawainya, kalo emang dia miss behave ya begitulah dia, mau diceramahin seribu kali juga bakalan tetep gitu.

"Iya ya, kenapa malah pada nangis ya ? Padahal kemarin-kemarin mereka juga kepengennya itu orang keluar dari sini. Mudah-mudahan aja sih gil pada banyak yang nangis dan melukin gue sambil cium pas gue keluar nanti", jawab erick sambil senyum nyengir.

Erick emang agak perv sejak gue kenal saat pertama masuk kantor ini dan makin perv semenjak bersahabat dengan gue di lantai tiga gedung kantor. Gue seruangan hanya berdua sama erick, karena HRD dan ADK (Administrasi Kredit) tidak boleh membaur dengan karyawan lain dengan alasan "Independensi". Gue sih suka aja seruangan cuma berdua sama erick, karena kami bisa melakukan hal apa saja di ruangan ini, oke mungkin ini kedengaran agak mesum. Maksud gue disini, kadang kami gunjingin pegawai-pegawai yang sebenernya agak kurang layak kerja di bank, kerjanya lama, sampe yang gak bisa dibilang sama sekali.

Nah, temen gue si miss behave yang dikeluarin tadi juga udah gue omongin sama erick ini bakal dikeluarin, cuma dia gak percaya karena dia mencapai target katanya. Tapi bagi gue peraturan nomor satu di pekerjaan apapun itu attitude, biar kalian pinter, rajin, hebat, tapi kalo gak punya attitude kalian gak akan bisa jadi orang hebat. Gue jujur cuma klop sama beberapa orang di kantor, tapi nggak berarti gue benci yang lain, nah miss behave ini klop sama satu orang dan sisanya jadi musuh bagi dia. Tapi heran banget gue pas dia diberhentiin malah banyak yang nangis, yang gue tau akhirnya semua itu air mata buaya juga sih. Celakanya lagi saat temen gue nangis sampe sesegukan gue sama erick ngetawain dia di dalem ruangan saat semuanya lagi sedih.

"Gil, lo liat tu si Anu, nangisnya sesegukan gitu, sampe hek hek hek (suara sesegukan)", bisik erick.
"Pfffftttt..kampret lo, lagi sedih juga ini", jawab gue sambil nahan ketawa.
"Perhatiin tu mukanya lucu banget", seru erik lagi sambil nyolek paha gue.
"Hihihihi", cekikikan gue sambil ngeliat kebawah meja nggak mampu nahan ketawa.
"Gilang, ada yang mau disampaikan sebagai HRD ?", seru bos gue.
"Hah ?? Nggak ada pak, eh apa ya ? Oh iya, mungkin sukses aja diluar kantor ini semoga ketemu pekerjaan yang cocok ya", jawab gue sambil sesekali mandang muka temen gue yang sesegukan yang membuat gue pingin ketawa pecah banget.

Selesai perpisahan singkat tadi, gue sama erick naik ke ruangan gue di lantai tiga dan kami ketawa pecah banget gak tau kedengeran atau nggak sampe ke bawah, rasanya lega banget gue.
"Ntar kalo gue resign, lo jangan nangis gitu ya, malu sama brewok", seru gue.
"Ya nggak laah, paling gue ketawa-ketawa ntar lo resign, karena lo jadi pengangguran", jawabnya.
"Ahh kampret lo", seru gue lagi sambil ketawa-ketawa.

Pada akhirnya gue yang resign duluan mengubah mindset kalo resign itu gak perlu ditangisin, karena kalo emang itu temen kalian ya dia pasti nanyain kabar terus nanti, sementara yang ditangisi tadi belum tentu juga ditanyain terus kabarnya. Saat resign dulu, gue buat suasana happy dengan karaoke bareng sambil sewa penari striptease. Pinginnya sih gitu, cuma niatnya gue urungkan karena mahal banget, jadi acaranya cuma mereka bebas nyampein unek-unek atau kesalnya mereka saat gue masih jadi HRD nya mereka. Sampe saat ini walaupun resign dan dapat kerjaan lebih baik, gue gak pernah putus hubungan sama temen kantor lama, kadang cuti juga gue masih main ke kantor sekedar say hello atau nimbrung ngobrol sampe main futsal bareng sama rekan dan sahabat kerja dulu, karena hubungan baiklah yang mempermudah rezeki kita nanti.
Share:

Tuesday, October 10, 2017

Banker

Banker atau pekerja bank atau pegawai bank atau karyawan bank dan yang paling kasar disebut kuli berdasi adalah seseorang yang bekerja di sebuah perbankan entah apapun itu jabatannya, asal mereka bekerja di bank maka banker lah sebutan bagi mereka. Tidak terkecuali gue, sudah empat tahun gue berprofesi sebagai banker pada dua perbankan yang ada di Pontianak ini. Mungkin bagi mereka yang awam pekerjaan ini sangatlah keren karena kerjanya berdasi, rapi dan bersih, bekerja di ruangan yang dingin dan memiliki penghasilan yang tinggi. Maka tak jarang banyak sekali  dari mereka yang baru lulus kuliah yang mencoba peruntungan untuk bekerja di perbankan, tapi hal ini biasanya berbanding terbalik dengan ekspektasi yang mereka harapkan di atas, tak jarang mereka yang berposisi di marketing atau collector mengeluh dengan pekerjaan perbankan.  

Mostly, bekerja di luar kantor itu sudah biasa bagi mereka, berpanas, kehujanan ataupun dimarah balik sama nasabah yang berhutang. Lebih parah temen gue di acungi mandau saat pergi menagih seorang debitur ke sebuah desa, ya kerja di bank itu tidak selamanya enak, marketing adalah tulang punggung bank, tujuh puluh persen dari kerja mereka lah laba dihasilkan dan dari mereka lah perusahaan mampu membayar gaji untuk karyawan lain. Kerjaan yang sulit berbanding lurus dengan cepatnya naik pangkat atau di perbankan disebut dengan Grade, cepatnya naik grade maka cepat pula menempati sebuah jabatan, bayangkan saja seorang marketing apabila 3 tahun berturut-turut mencapai target bisa saja dia naik jabatan menjadi Supervisor, sementara posisi selain marketing seperti customer service atau teller harus menjadi marketing lagi untuk bisa naik grade tersebut. Namun apabila target mereka tidak tercapai maka posisi mereka bisa saja menjadi paling rentan dalam sebuah perbankan, pemecatan menjadi hal yang sangat lumrah pada posisi marketing ini.

Yak, begitulah kira-kira gambaran pada sebuah perbankan, tapi tidak hanya kerjaan penat ataupun target deadline saja yang ada di perbankan, hal-hal lucu juga sering banget terjadi di perbankan selaam 4 tahun gue menggeluti pekerjaan ini. Hal yang paling lucu menurut gue yaitu ketika kantor gue yang berdampingan dengan sebuah rumah warga yang berprofesi sebagai perawat, sore itu saat bank sudah tutup masuklah seorang warga yang berbahasa daerah dimana gue gak paham bahasa daerahnya tiba-tiba datang ke customer service mau minta suntik.

Ilustrasi dalam bahasa indonesia
"Pak, aku mau minta suntik", tanya sorang nasabah.
"Hah ?? di sebelah bu kalo mau suntik", jawab temen gue yang lagi bingung dengan laporannya, jadi dia nggak terlalu merhatiin apa pertanyaan ibu tersebut.
"Pak, bisakah aku minta suntik sekarang ? Soalnya aku ndak bisa minum obat KB", Seru nasabah tersebut menghampiri temen gue di teller.
"Hahh ??? Suntik KB bu ??? Ini bank ibu, bukan puskesmas, mana ada suntik KB disini", jawab temen gue bingung. 
"Bukannya ini tempat Pak Ahmad ya ? yang biasa orang mau suntik KB ?", tanya nya lagi.
"Ohh, bukan bu, ini bank, kalo rumahnya Pak Ahmad itu di sebelah bank ini bu", jelas teman gue.
"Ohh, iyalah pak, terima kasih ya", seru ibu tersebut. Setelah dia keluar pintu gue sekantor pun tertawa terbahak-bahak sampe keluar air mata.

Dosa sih kami mentertawai orang tua dan nasabah kami sendiri, tapi hal tersebut memang diluar perkiraan kami biasanya hanya ada orang yang bawa buku tabungan bank lain minta di printkan bukunya, atau nasabah Credit Union yang juga salah mengira kami, padahal tanda Bank kami sudah besar dan Neon Box berdiri di pinggir jalan juga besar tetapi beberapa nasabah malah masih mengira kami sebagai bank lain dan paling parah adalah sebagai rumah tempat suntik KB.
Share:

Monday, September 18, 2017

Apa Kesah ?

Cerita ini gue alami beberapa bulan terakhir semenjak ditugaskan jauh dari kampung halaman, kurang lebih lima ratus kilometer ke arah utara kota pontianak, yaitu Kabupaten Kapuas Hulu alias Putussibau. Gak punya basic daerah sana, atau keluarga dari arah sana dan belum pernah sekalipun berkunjung ke sana menjadikan gue buta akan bahasa maupun kehidupan di sana. panik gue kambuh, pikiran gue mengawang jauh berpikir Apakah di sana ada pemakan orang ? Apakah di sana ada yang jual makanan ? Gimana gue pulangnya nanti ? Gimana kalo gue nyasar ? Gimana kalo gak ada sinyal ? Ya, gue emang agak bego kalo panik.

Jantung berdebar, perasaan mau muntah dan sakit perut bercampur aduk di bandara pagi itu, mana terbangnya pake pesawat ATR baling-baling, tambah lagi hujan deras beserta angin kencang menambah debar jantung pagi itu. Untungnya pesawat di delay dari jam delapan pagi sampe jam satu siang setelah cuaca mulai aman baru berangkat. Setelah sampe dan berbulan-bulan bekerja di sini akhirnya gue paham sedikit-sedikit dengan bahasa maupun seluk beluk kota yang jauh dari ibu kota kalimantan barat ini. Singkat cerita penugasan baru dari kantor membuat gue harus paham dengan bahasa ibu setempat, yak Customer Service (CS). Posisi dimana orang mengeluh masalah perbankan mereka sampe mengeluh masalah pribadi alias curhat. Mentor gue dulu pada saat on job training mengharuskan kami yang baru saja menjejakkan kaki di kota ini harus bisa minimal sedikit-sedikit berbahasa setempat karena disini tidak semua orang bisa bahasa indonesia, jangankan berbahasa indonesia, berbahasa melayu ciri yang menjadikan ciri khas Kalimantan Barat saja banyak yang tidak bisa.

Alhasil gue harus banyak mendengar dulu dan lebih banyak diam saat pertama kali bertugas di sini, sangat aneh bagi sebuah Bank jika CS mereka diam dan tidak melakukan Cross Selling sebuah produk. Pada saat memperhatikan teman yang berasal dari daerah setempat membuka obrolan dengan nasabah, mengobrol dan menutup obrolan, gue hanya tergamam dan sama sekali nggak paham dengan apa isi obrolan mereka, begonya lagi gue juga nyatat diam-diam dalam handphone arti dari beberapa kata atau kalimat yang umum.

Setelah beberapa minggu OJT akhirnya gue dapat Jobdesc tersendiri dalam melayani nasabah baik pembukaan atau penutupan rekening, sampe menjelaskan prosedur pengajuan kredit. Nah, masalahnya nggak semua orang yang mudah untuk diajak ngobrol, terkadang beberapa nasabah judes yang maunya ditanyain terus kaya cewek lagi ngambek dan cowonya berusaha mencairkan suasana. Nah gue teringat pernah diajarin temen dulu kalo memulai obrolan sama orang biasain pake bahasa hulu dan dimulai dengan kata "apa kesah ?" Yang Artinya "ada apa ?" Atau "ada perlu apa ?" Dan orang akan langsung bercerita apa keperluan dia. Begonya gue cuma tau "apa kesah?" Tadi tanpa mengetahui banyak kosa kata yang ada di sini. 

Gara-gara "apa kesah" tadi laah gue bengong bego ngedengerin nasabah tadi cerita sepuluh menit dan gue cuma ngangguk sama senyum teramat bego, karena satupun gue gak paham apa yang diomongkan sang nasabah. Temen dan bos gue cuma ketawa-ketawa nggak ada yang nolongin dan gue dapat pengalaman yang paling berharga kalo emang gak punya banyak kosa kata daerah lain jangan mulai percakapan dengan bahasa daerah tersebut, karena orang lain dapat beranggapan kita adalah orang setempat dan fasih berbahasa mereka, alangkah hina gue saat itu.

Share:

Thursday, September 7, 2017

Merantau

"Eh, untung banget gue gak di tempatkan di surabaya, kalo gak sih gue pasti bakalan kangen berat sama keluarga, mau ketemu susah, mau ngumpul juga pasti susah banget", seru teman kantor gue membuka obrolan di ruangan pada pagi hari.

"Ya, begitulah", jawab gue santai.

Tiga tahun yang lalu di suatu pagi ditemani dua cangkir kopi hitam pekat yang gak manis punya temen gue, yang manis banget itu punya gue, yang buat kopi tau percis mana yang manis dan mana yang pahit. Gue bukan orang yang suudzon, tapi gue yakin kalo Pramubakti di kantor gue pengen gue cepet diabetes dan dia akan naik tahta menggantikan posisi gue yang udah gak bisa disembuhin, gara-gara kopi-yang-terlalu-manis-buatan-pramubakti tersebut. Gue gak bisa ketipu semudah itu men, gue tau trik lo Akbar (nama pramubakti). Karena kesal sama si akbar, kopinya pun gue habisin.

Pagi itu dingin banget, bukan karena hujan tapi pontianak lagi kabut asap, gue sampe sekarang gak tau apa hubungannya kabut asap sisa pembakaran lahan sama dingin pagi. Setiap kabut asap pasti pagi-paginya dingin banget. Sembari ngerjain laporan deru bunyi mesin printer gue menghiasi ruangan gue pagi itu, tiba-tiba dering telepon memecahkan suasana bising printer gue.

"Ya, halo", sahut gue.
"Eh gil, tolong cetak laporan nasabah gue donk", pinta temen gue yang lain.
"Hmm, Ok gue cetak, ntar gue anter di meja lo", Jawab gue mantap.
"Ok, thanks ya, oh iya, gue pingin pulang kampung nih, boleh gak izin tiga hari", Tanya dia.
"Gimana ya, coba tanya pimpinan dulu deh, gue gak berani kasi izin soalnya", jawab gue.
"Oke deh, thanks yo", jawab dia lagi sembari menutup telepon.

Gue pun menutup telepon dan menyadari bahwa temen seruangan gue, Erick udah gak ada di meja dia. Awalnya gue pikir doi dimakan kabut asap, which is gue seneng, sekarang ruangan sepenuhnya milik gue, baru aja gue mau teriak MERDEKA ala-ala bung karno yang gue search di youtube. Si erick nongol dari lorong sambil nepok-nepok perutnya kayak om-om habis makan babi panggang ditemani para banci.

"Lo darimana ?", tanya gue.
"Biasaaa, lagi mobile", jawabnya anteng.
"Mobile ? lo abis meeting ya ?", tanya gue lagi masih bingung.
"Bego lo, mobile di wc doonk", jawabnya sambil tertawa.
"Kampret lo, bilang ajaa lagi eek", jawab gue kesel, untungnya gue lagi gak bawa korek api.

Erick merupakan teman sekantor dan seruangan gue, orang batak tapi gak keliatan bataknya, karena doi gak bisa nyanyi, jadi gue selalu bilang kalo doi itu batak yang gagal, karena semua temen gue yang batak gue tau berbakat banget dalam hal vokal. 

"Eh, tadi si (yang-mau-minta-izin) nelpon nanyain gue yah ?", tanya erick.
"Pede amat lo, dia nanyain boleh cuti tiga hari gak, dia mau pulang kampung katanya", jawab gue.
"Emang kita boleh cuti ya ?", tambahnya.
"Setau gue sih gak boleh cuti kalo masih karyawan kontrak", jawab gue anteng.

Erick pun pergi bergegas ke mejanya dan ngerjain laporan yang harus dia buat karena di tunggu deadline oleh supervisor kami. Sementara itu di lantai bawah, gue masuk ke ruangan BOS buat antar laporan harian gue, hanya basa-basi dikit sama BOS tanpa cipika-cipiki gue bergegas kembali keruangan gue dan TERNYATA . . .gak kok, erick gak minum ampas kopi lewat hidung, walopun gue pengen liat, tapi gue gak tega, jadi gue saranin mending erick rekam aja terus upload ke youtube.

Ternyata si yang-minta-izin-tiga-hari tadi ada di ruangan gue minta tanda-tangan dan cap pengesahan dari gue kalo doi udah dapet izin buat pulang kampung ke tanah sumatra sana.

"Wih, dapet tuh izinnya", seru gue sambil nyengir-nyengir.
"Dapet donk, gue udah ngerayu pak bos dengan maksimal, minta tanda tangan sama cap lo donk", jawabnya sambil senyum selebar 32,8 cm.
"Rayu gue donk kayak lo ngerayu pak bos", jawab gue sambil ngeluarin tawa jahat gue.
"Enak aja lo, emang lo bos gue ishhh", jawabnya ketus
"Canda doaank, sini suratnya", sambil gue tanda tangan, gue termotivasi jadi bos supaya bisa di rayu sama anak buah gue nanti, tapi yang cewek ya, INGAT itu ~

Doi pun pergi dengan riang gembira ke ruangannya di bawah, dan tiba-tiba erick muncul dari dalam kegelapan gudang nanyain gue,
"Kampreeet", jerit gue kaya banci gak dibayar full. 

" Eh, dia mau izin kemana ?", tanya erick sambil nyengir
"Pulang kampung, alasannya sih kakaknya nikah, tapi sekalian dia bilang kangen rumah, tiga tahun merantau di Pontianak tapi belum pernah pulang", jawab gue.
"Kasian amat ya, jauh-jauh merantau", jawab erick mendramatisir.
"Hmmm, ya mau gimana lagi, namanya juga demi kerja", sahut gue.

Dalam hati gue juga mikir hal yang sama, gimana kalo gue yang ngerasain hal tersebut, apa gue sanggup gak ketemu keluarga gue selama tiga tahun. Apalagi gue ini tipe anak laki-laki yang gak bisa jauh sama orang tua, atau populer disebut anak mami. Gue ngerasa kalo kerja di tanah orang lain tapi sebenernya kita bisa kerjain di tanah kelahiran kita sendiri itu sia-sia. Hasilnya juga gak banggain orang tua, karena orang tua mau banggain apa juga kalo anaknya memang gak bisa atau gak pernah pulang untuk menunjukkan hasilnya. Pikiran orang tua gue sih anak laki-laki itu harus merantau jauh-jauh supaya nampak kalo anaknya itu laki banget, menurut gue itu salah, nunjukkin laki itu simple bagi gue, dengan nunjukkin titit lo semua orang pasti tau lo laki-laki.

Prinsip gue, gue bakal dekat sedekat-dekatnya sama orang tua gue selagi mereka masih ada dan masih bisa ada di rumah, selagi ada waktu senggang gue pasti harus bisa ada di rumah, walau hanya sekedar duduk-duduk dan ngobrol bareng sama mereka. Kalo lo abisin waktu lo buat merantau, gue gak yakin lo bisa atau nggak kasi liat hasil yang udah lo perjuangkan sampe bela-bela ninggalin mereka di rumah.


Waktu terus berputar dengan cepat, tanpa terasa semua sudah berlalu, yang ada bisa jadi gak ada, yang menunggu bisa berhenti menunggu, yang berharap bisa saja berhenti berharap, semua hanya masalah waktu, tapi keluarga akan tetaplah menjadi sebuah keluarga tempat kita akan berpulang setelah sekian lama termakan oleh waktu.
Share: